Senin, 12 Agustus 2024

kitab darsul muhimah Pelajaran ke 2 Rukun Rukun Islam

Penjelasan Syahadat dan Rukun Islam

Ketika mengajarkan rukun Islam, terutama kepada orang awam, tidak cukup hanya menyebutkan lima rukun Islam. Penting juga untuk menjelaskan makna dari kalimat syahadat serta syarat-syaratnya. Syahadat Laa ilaha illallah memiliki makna yang dalam, yaitu menafikan (menolak) semua bentuk penyembahan kepada selain Allah dan menetapkan bahwa ibadah hanya ditujukan kepada Allah saja.

Rukun-Rukun Islam

Islam berdiri di atas lima rukun yang menjadi dasar bagi keyakinan dan praktik keagamaan seorang Muslim. Rukun Islam ini diibaratkan sebagai pilar-pilar yang menopang sebuah bangunan; tanpa pilar-pilar ini, bangunan tidak akan berdiri kokoh.

Syahadat (Lailahaillallah): Rukun pertama dan yang paling mulia adalah mengucapkan syahadat: "Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah." Syahadat ini berarti "Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah." Syahadat ini mencakup dua bagian penting:

Makna dan Penjelasan Syahadat:

  • Lailahaillallah: Mengandung makna bahwa kita menafikan semua yang disembah selain Allah. Artinya, semua benda atau makhluk, baik hidup atau mati, yang disembah selain Allah adalah tidak benar.
  • Illallah: Menetapkan bahwa ibadah hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta'ala saja, tanpa ada sekutu bagi-Nya.

Makna dan Syarat Syahadat:

  • Makna "Laa ilaaha illallah": Menegaskan bahwa segala bentuk penyembahan harus ditujukan hanya kepada Allah.
  • Syarat-syarat Laa ilaaha illallah: Seseorang harus memahami, meyakini, dan mengamalkan syahadat ini tanpa keraguan atau penambahan sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid.

Rukun Islam: Islam tidak akan tegak kecuali dengan rukun-rukunnya. Rukun di sini berarti elemen-elemen utama yang menjadi penopang bagi agama. Seperti sebuah rumah yang tidak bisa berdiri tanpa pilar-pilar, begitu juga Islam tidak bisa tegak tanpa lima rukun ini.

Rukun Islam ada lima dan merupakan fondasi yang harus dipenuhi agar agama Islam bisa tegak. Berikut penjelasan tentang rukun Islam:

  1. Syahadat: Persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah.
  2. Shalat: Menjalankan shalat lima waktu.
  3. Zakat: Membayar zakat bagi yang mampu.
  4. Puasa: Berpuasa di bulan Ramadhan.
  5. Haji: Menunaikan haji bagi yang mampu.

Penjelasan tentang Rukun:

  • Rukun dalam konteks ini adalah bagian dari sesuatu yang paling kuat, seperti tiang-tiang pada bangunan. Tanpa tiang-tiang ini, bangunan tidak akan bisa berdiri dengan kokoh.
  • Dengan kata lain, rukun Islam adalah fondasi yang harus ada dan harus dipenuhi agar agama Islam dapat berdiri tegak.

Untuk membangun Islam yang kuat, tidak hanya perlu memahami dan melaksanakan rukun-rukun Islam, tetapi juga memastikan bahwa fondasi (rukun-rukun) tersebut kokoh. Tiang-tiang (rukun-rukun) ini harus dibangun dengan baik agar dapat menopang bangun Islam memiliki lima rukun yang diibaratkan sebagai tiang-tiang dalam sebuah bangunan. Bangunan tidak akan berdiri kokoh tanpa tiang-tiang yang kuat. Begitu juga dengan Islam, agama ini tidak akan tegak tanpa rukun-rukun tersebut. Rukun-rukun Islam harus dipenuhi dan menjadi dasar yang kokoh bagi keimanan seseorang. bahwa tiang-tiang ini tidak hanya harus ada, tetapi juga harus kokoh. Artinya, pelaksanaan rukun Islam harus dilakukan dengan penuh keyakinan dan keikhlasan.

Makna Islam:

Syekh Abdul Razzaq menjelaskan bahwa rukun-rukun Islam adalah pilar-pilar dan bagian yang paling kuat dari Islam, tanpa rukun-rukun ini, Islam tidak dapat berdiri dengan tegak. Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan mentauhidkan-Nya, tunduk dan patuh kepada Allah dalam ketaatan, serta berlepas diri dari kesyirikan dan pelaku-pelaku kesyirikan.

  • Islam secara bahasa berarti "penyerahan diri" kepada Allah. Makna ini mencakup tiga hal penting:
    1. Menyerahkan diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya: Ini berarti meyakini dan mengakui bahwa hanya Allah yang berhak diibadahi.
    2. Tunduk dan patuh kepada Allah dalam ketaatan kepada-Nya: Seorang Muslim harus menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
    3. Berlepas diri dari kesyirikan dan sekutu-sekutunya: Islam mengajarkan untuk menjauhkan diri dari segala bentuk penyekutuan Allah (syirik) dan para pelaku kesyirikan.

 Hubungan Islam dengan Rukun-Rukun:

Islam berarti tunduk dan berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya. Barang siapa yang tidak tunduk kepada Allah, maka dia sombong, dan siapa yang berserah diri kepada Allah tetapi juga kepada yang lain, dia adalah seorang musyrik (penyekutuan Allah).

  • Islam: Adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya. Seorang Muslim harus tunduk dan patuh hanya kepada Allah.
  • Kesombongan dan Syirik: Dua hal ini adalah lawan dari Islam. Seseorang yang tidak mau tunduk kepada Allah berarti sombong, dan orang yang menyembah selain Allah berarti telah melakukan syirik.
Kesombongan: Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Kesombongan bertentangan dengan ajaran Islam. Jika seseorang mengaku Islam tetapi bersikap sombong, maka agamanya bermasalah.

Kesombongan bisa terkait dengan hal-hal yang ada pada diri seseorang seperti pintar, gagah, tampan, ilmu, atau terkait dengan hal-hal di luar tubuh seperti harta, jabatan, dan anak.

Syirik: Syirik adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain dalam bentuk ibadah atau ketaatan. Jika seseorang menyembah Allah tetapi juga menyembah selain-Nya, maka dia dianggap musyrik.

Penjelasan Dosa Besar:

  • Dosa Besar Terkait Hati: Ini termasuk dosa seperti sombong, putus asa, dan lain sebagainya. Dosa ini tidak terlihat secara fisik, tetapi merusak dari dalam.
  • Dosa Besar Terkait Anggota Badan: Ini adalah dosa yang terlihat dalam tindakan, seperti membunuh, zina, mencuri, dan lain-lain.

Contoh Kesombongan dalam Al-Quran:

  • Allah berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 36 dan Surat Luqman ayat 18, yang mengingatkan tentang kesombongan. Tafsir Al-Alusi menyebutkan bahwa sombong bisa terkait dengan hal-hal internal seperti kecerdasan, ketampanan, atau ilmu, serta hal-hal eksternal seperti harta, jabatan,
SYARAH
Rukun Islam yang paling utama dan memiliki kedudukan tertinggi adalah syahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ mendahulukan syahadat ini dalam sabdanya yang berbunyi: "Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu syahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah." Syahadat ini, yaitu mengakui keesaan Allah dan kenabian Muhammad, adalah rukun Islam yang paling besar dan paling penting. Bahkan, syahadat ini adalah dasar agama Islam itu sendiri.

Syahadat adalah fondasi utama yang menjadi dasar dari segala sesuatu dalam Islam. Kalimat "La ilaha illallah" adalah kalimat yang paling agung, paling mulia, dan paling utama. Kalimat ini adalah dzikir yang paling baik, sebagaimana Nabi kita ﷺ bersabda: "Dzikir yang paling utama adalah 'La ilaha illallah'."

ويقول - عليه الصلاة والسلام : خَيْرُ الدَّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْت أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ 

Hadis tersebut menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah, dan sebaik-baik apa yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah: Lā ilāha illallāh wahdahu lā syarīka lahu, lahul mulku walahul hamdu, wa huwa 'alā kulli syai’in qadīr” (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan dan segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu). Hadis ini mengajarkan tentang pentingnya kalimat tauhid, yang merupakan intisari dari semua ajaran para nabi.

Kemudian Allah Ta’ala berfirman:

 ﴿وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيَ إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ ﴾ [الابنية : ٢٥]

 “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah Aku” (Al-Anbiya: 25). Ayat ini menunjukkan bahwa semua nabi diutus untuk mengajak umatnya menyembah Allah semata.

 ما معنى: «لا إله إلا الله) : فقد ذكر تحمله أن : ((لا إله) نافيا جميع ما يُعبد من دون الله، (إلا الله) مثبتا العبادة لله وحده لا شريك له فهي كلمة قائمة على ركنين عظيمين

Penjelasan dari kalimat "Lā ilāha illallāh" adalah bahwa kalimat ini terdiri dari dua bagian penting: penafian dan penetapan.

1. Penafian ("Lā ilāha"): Bagian ini menolak semua bentuk sesembahan selain Allah. Dengan kata lain, ini menegaskan bahwa tidak ada yang layak disembah selain Allah. Semua yang disembah selain Allah, baik itu benda mati, hewan, tumbuhan, atau apapun selain Allah, ditolak dan dianggap tidak sah untuk disembah.

2. Penetapan ("illā Allāh"): Bagian ini menetapkan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal ibadah. 

“Dua dasar yang kuat ini adalah penafian dan penegasan. Tidak ada tauhid kepada Allah - yang Mahatinggi dan Mahamulia - tanpa keduanya: penafian secara umum terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah, apa pun bentuknya, apakah itu benda mati, hewan, tumbuhan, atau selainnya.”

Dan penetapan khusus bahwa segala bentuk ibadah, dengan semua maknanya, hanya ditujukan kepada Allah semata. Barang siapa yang menafikan (menolak) tanpa menetapkan, dia tidak dianggap bertauhid. Dan barang siapa yang menetapkan tanpa menafikan, dia juga tidak dianggap bertauhid. Maka, seseorang baru dianggap bertauhid jika dia melakukan penafian dan penetapan sekaligus.”

Selasa, 06 Agustus 2024

kitab ushul min ilmi ushul syaikh shalih al utsaimin (1)

 Mengenal Ushul Fiqih dan Penjabarannya

Definisi Ushul Fiqih 

Ushul Fiqih memiliki dua penjabaran:

Penjabaran ke 1 Berdasarkan Makna Kata Per Kata:

Ushul: Kata "ushul" adalah bentuk jamak dari "aslu," yang dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang menjadi dasar atau fondasi bagi sesuatu yang lain. Contoh yang diberikan dalam teks adalah fondasi sebuah tembok yang menjadi dasar bangunan atau akar dari sebuah pohon yang menjadi dasar dari cabang-cabangnya. allah ta'alla berfirman di dalam surat ibrahim ayat 24

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit  

dan fiqih yaitu pemahaman

Penjabaran ke 2 Berdasarkan Struktur Kalimat (Mudhof dan Mudhof Ilaih):

Istilah "Ushul Fiqih" terdiri dari dua kata: "ushul" (mudhof) dan "fiqih" (mudhof ilaih). Dalam tata bahasa Arab, ini dikenal sebagai konstruksi idhofah, di mana dua kata digabungkan untuk membentuk makna yang lebih spesifik. Dalam hal ini, "ushul" (dasar atau prinsip) dikaitkan dengan "fiqih" (pemahaman hukum), sehingga menggabungkan kedua kata ini mengindikasikan bahwa ilmu ini adalah tentang dasar-dasar yang digunakan untuk memahami fiqih.


        TAMBAHAN

"aslu" bisa merujuk pada dasar atau fondasi dalam berbagai konteks, seperti fondasi seperti tembok,akar pohon, atau leluhur manusia yang menjadi sumber keturunannya. Dalam ushul fiqih, prinsip ini diterapkan dalam memahami bahwa setiap hukum syariat dibangun di atas dasar-dasar atau prinsip-prinsip tertentu, yang disebut sebagai "ushul."

Sebagai contoh, dalam hal tembok, fondasi yang menjadi dasar disebut "aslu" karena tanpa fondasi, tembok tidak bisa berdiri. Demikian pula, dalam ushul fiqih, prinsip-prinsip dasar ini adalah yang menopang dan membentuk pemahaman hukum-hukum Islam. 


PENGERTIAN FIQIH

Fiqih secara bahasa artinya adalah pemahaman. Dalam Al-Qur'an, surat Thaha 


وَاحۡلُلۡ عُقۡدَةً مِّنۡ لِّسَانِیْ ۙ‏ ٢٧


dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,

يَفۡقَهُوۡا قَوۡلِیْ ‏ ٢٨

agar mereka mengerti perkataanku,

Menurut Tafsir Al-Qurtubi, ayat ini berarti agar orang-orang memahami apa yang disampaikan oleh Nabi Musa. Ini menunjukkan bahwa fiqih dalam bahasa Arab mencakup segala bentuk pemahaman, bukan hanya dalam konteks hukum syariat. artinya orang tersebut memahami apa yang dikatakan. Dalam surat Al-Isra ayat 44, Allah juga berfirman:

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبۡعُ وَالۡاَرۡضُ وَمَنۡ فِيۡهِنَّ​ؕ وَاِنۡ مِّنۡ شَىۡءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمۡدِهٖ وَلٰـكِنۡ لَّا تَفۡقَهُوۡنَ تَسۡبِيۡحَهُمۡ​ؕ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيۡمًا غَفُوۡرًا‏ 

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.

Ini menegaskan bahwa dalam bahasa, fiqih adalah pemahaman umum yang tidak terbatas pada hukum-hukum agama saja.

Fiqih secara istilah (واصطلاحا) adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan amalan, dengan menggunakan dalil-dalil yang terperinci. Definisi ini berbeda dengan definisi sebagian ahli ushul fiqh yang menyebutkan bahwa fiqih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat cabang (الفرعية) dengan dalil-dalil terperinci

Namun, Pandangan Syekh Islam Ibnu Taimiyyah tentang pembagian hukum syariat sangat kritis terhadap konsep pemisahan antara "ushul" (prinsip-prinsip dasar) dan "furu'" (cabang-cabang hukum). Dalam kutipan yang disebutkan, Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa pembagian ini tidak tepat. Dia mencontohkan shalat, Karena mereka menjadikan shalat, misalnya, sebagai bagian dari furu' (cabang), padahal shalat adalah dari ushul al-ushul (dasar dari segala dasar). Bagaimana kita bisa mengatakan ada ushul dan furu'? Siapa yang membawa pembagian ini?"

Oleh karena itu, beliau menyatakan bahwa pembagian ini tidak benar dan tidak memiliki dasar dalam agama

Ibnu Taimiyyah dan para pengikutnya lebih memilih untuk menggunakan istilah yang lebih netral seperti "عملية" (amaliyah), yang berarti hukum-hukum yang berkaitan dengan amalan atau praktik, tanpa membedakannya menjadi ushul dan furu'. Dengan demikian, mereka menghindari pembagian yang dianggap tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. 

 


 


ilmu naqd (علم النقد)

 النقد: التمييز وإخراج الزيف، شيء جميل وقبيح، دراسة الأعمال الأدبية، والبحث عن القبيح والجميل، ثم إصدار الأحكام المناسبة عنها Ilmu Naqd : Na...