Mengenal Ushul Fiqih dan Penjabarannya
Definisi Ushul Fiqih
Ushul Fiqih memiliki dua penjabaran:
Penjabaran ke 1 Berdasarkan Makna Kata Per Kata:
Ushul: Kata "ushul" adalah bentuk jamak dari "aslu," yang dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang menjadi dasar atau fondasi bagi sesuatu yang lain. Contoh yang diberikan dalam teks adalah fondasi sebuah tembok yang menjadi dasar bangunan atau akar dari sebuah pohon yang menjadi dasar dari cabang-cabangnya. allah ta'alla berfirman di dalam surat ibrahim ayat 24
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit
dan fiqih yaitu pemahaman
Penjabaran ke 2 Berdasarkan Struktur Kalimat (Mudhof dan Mudhof Ilaih):
Istilah "Ushul Fiqih" terdiri dari dua kata: "ushul" (mudhof) dan "fiqih" (mudhof ilaih). Dalam tata bahasa Arab, ini dikenal sebagai konstruksi idhofah, di mana dua kata digabungkan untuk membentuk makna yang lebih spesifik. Dalam hal ini, "ushul" (dasar atau prinsip) dikaitkan dengan "fiqih" (pemahaman hukum), sehingga menggabungkan kedua kata ini mengindikasikan bahwa ilmu ini adalah tentang dasar-dasar yang digunakan untuk memahami fiqih.
TAMBAHAN
"aslu" bisa merujuk pada dasar atau fondasi dalam berbagai konteks, seperti fondasi seperti tembok,akar pohon, atau leluhur manusia yang menjadi sumber keturunannya. Dalam ushul fiqih, prinsip ini diterapkan dalam memahami bahwa setiap hukum syariat dibangun di atas dasar-dasar atau prinsip-prinsip tertentu, yang disebut sebagai "ushul."
Sebagai contoh, dalam hal tembok, fondasi yang menjadi dasar disebut "aslu" karena tanpa fondasi, tembok tidak bisa berdiri. Demikian pula, dalam ushul fiqih, prinsip-prinsip dasar ini adalah yang menopang dan membentuk pemahaman hukum-hukum Islam.
PENGERTIAN FIQIH
Fiqih secara bahasa artinya adalah pemahaman. Dalam Al-Qur'an, surat Thaha
وَاحۡلُلۡ عُقۡدَةً مِّنۡ لِّسَانِیْ ۙ ٢٧
dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,
يَفۡقَهُوۡا قَوۡلِیْ ٢٨
agar mereka mengerti perkataanku,
Menurut Tafsir Al-Qurtubi, ayat ini berarti agar orang-orang memahami apa yang disampaikan oleh Nabi Musa. Ini menunjukkan bahwa fiqih dalam bahasa Arab mencakup segala bentuk pemahaman, bukan hanya dalam konteks hukum syariat. artinya orang tersebut memahami apa yang dikatakan. Dalam surat Al-Isra ayat 44, Allah juga berfirman:
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبۡعُ وَالۡاَرۡضُ وَمَنۡ فِيۡهِنَّؕ وَاِنۡ مِّنۡ شَىۡءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمۡدِهٖ وَلٰـكِنۡ لَّا تَفۡقَهُوۡنَ تَسۡبِيۡحَهُمۡؕ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيۡمًا غَفُوۡرًا
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.
Ini menegaskan bahwa dalam bahasa, fiqih adalah pemahaman umum yang tidak terbatas pada hukum-hukum agama saja.
Fiqih secara istilah (واصطلاحا) adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan amalan, dengan menggunakan dalil-dalil yang terperinci. Definisi ini berbeda dengan definisi sebagian ahli ushul fiqh yang menyebutkan bahwa fiqih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat cabang (الفرعية) dengan dalil-dalil terperinci
Namun, Pandangan Syekh Islam Ibnu Taimiyyah tentang pembagian hukum syariat sangat kritis terhadap konsep pemisahan antara "ushul" (prinsip-prinsip dasar) dan "furu'" (cabang-cabang hukum). Dalam kutipan yang disebutkan, Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa pembagian ini tidak tepat. Dia mencontohkan shalat, Karena mereka menjadikan shalat, misalnya, sebagai bagian dari furu' (cabang), padahal shalat adalah dari ushul al-ushul (dasar dari segala dasar). Bagaimana kita bisa mengatakan ada ushul dan furu'? Siapa yang membawa pembagian ini?"
Oleh karena itu, beliau menyatakan bahwa pembagian ini tidak benar dan tidak memiliki dasar dalam agama
Ibnu Taimiyyah dan para pengikutnya lebih memilih untuk menggunakan istilah yang lebih netral seperti "عملية" (amaliyah), yang berarti hukum-hukum yang berkaitan dengan amalan atau praktik, tanpa membedakannya menjadi ushul dan furu'. Dengan demikian, mereka menghindari pembagian yang dianggap tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar